Sulit, Malas atau …. ?

Mengoleksi prangko, begitu salah satu kegemaran istri saya, selain kegemarannya yang lain seperti mengurusi saya. Saya sendiri kurang telaten dalam hal kumpul-mengumpul begini, tetapi saya bisa ikut menikmati hasil kumpulan istri saya yang ternyata beberapa dari prangko-prangkonya itu berharga lumayan tinggi. Salah satu prangko yang harganya tinggi itu konon kabarnya karena kelakuan saya.

Pada tahun 1994, ada diterbitkan sejumlah prangko dengan gambar satwa dan puspa daerah. Salah satunya yang diterbitkan adalah Serindit melayu, satwa untuk Propinsi Riau. Gambarnya sudah benar, walaupun dua ekor burung yang digambar pada prangko bernilai nominal Rp.150 itu jantan semua. Hanya saja, nama ilmiah yang dituliskan pada prangko itu salah. Tertulis Loriculus pusillus, semestinya Loriculus galgulus. Loriculus pusillus itu nama untuk Serindit jawa dan tidak ada di Riau. Lantas saya mengirim surat pembaca ke sebuah koran nasional. Surat dimuat, tak berapa lama, prangko tersebut ditarik dari peredaran dan harganya naik tinggi di kalangan kolektor.

Setelahnya, saya juga terima surat yang isinya meminta saya agar lain kali tidak langsung menulis di koran, beritahu saja pihak yang berwenang. Baiklah, akan saya lakukan lain kali.

Istri saya masih punya perangko tersebut dalam lembaran utuh bersama dengan satwa dari propinsi lain yang diterbitkan pada saat itu. Persis di sebelah prangko serindit yang diratik itu adalah prangko bergambar Cikukua lantang yang merupakan satwa Propinsi Timor Timur. Propinsi yang saat ini sudah menjadi negara merdeka. Apakah prangko ini juga menjadi mahal harganya? entahlah.

Pada tanggal 5 November 1995 kembali keluar seri satwa daerah. Kali ini saya melihat keganjilan pada prangko satwa Kalimantan Tengah yang bergambar Kuau melayu Polyplectron schleiermacheri (prangko kanan bawah pada foto di atas). Hanya saja, bagi saya, gambar itu lebih mirip dengan Polyplectrom malacense yang tidak terdapat di Indonesia (ada di Semenanjung Malaya). Surat saya kirim, keberatan ditolak karena menurut pihak berwenang gambar tersebut sudah disetujui oleh otoritas ilmu di Indonesia. Foto Polyplectron schleiermacheri ada di bawah ini.

Tadinya saya tidak ingin mengajukan keberatan tersebut, hanya saja, itu prangko lantas dibagi-bagikan kepada para peserta Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity. Sudahlah, toh sudah menyebar prangko itu dan tidak banyak orang yang ceriwis lantas protes-protes kayak saya.

Beberapa waktu yang lalu saya ada bertemu dengan kawan lama dari Peru dan dia mengingatkan saya betapa senangnya dia berada di Jakarta kala itu dan dia juga bilang bahwa dia masih menyimpan prangko Kuau melayu yang dulu dibagikan itu. Dia tidak habis pikir bagaimana prangko itu akhirnya bisa diterbitkan.

Sebegitu sulitnyakah meneliti dahulu sebelum mencetak benda berharga? Untuk Indonesia, tampaknya demikian. Dalam tulisannya, istri saya kecewa lagi dengan prangko terbarunya yang bergambar Beruang kutub.

Foto Polyplectron schleiermacheri oleh Sebestian Tan diambil dari sini.

Join the Conversation

22 Comments

  1. ziigghhh….orang2 itu….!!! ditulis dikoran, ga boleh! Diprotes langsung, malah ditolak! maunya apa? tulis lagi di koran…ayoooo….skalian bikin orang itu juengkelllll karena ternyata orang super ceriwis dan tukang protes2 itu masih ADA!

  2. weleh-weleh kok telaten banget yah ngumpulan prangko mas… aku dulu sempat ngumpulin prangko dari luar negeri, klo gasalah udah dapat satu album dalam waktu klo ga salah 3 tahun.

    Tapi setelah itu jadi males karena pak lek-ku pindah tugas jadi ga bisa berburu filateli lagi

  3. Moral of the story-nya: tulis lagi saja di surat pembaca.
    Itu orang dari negara mana sih yang suka protes kalo ada orang yang memberi pendidikan padanya di surat pembaca? 😀

  4. wah.. sing niki kula rumiyin nggih gadah, pakde… kula dol eh apjeng 200 ewu… lha ngge lare alit ndesani kadhos kulo nggih ageng sanget artonipun…

    kulo tumbas pit!

  5. OOm Ndobos,

    setahu saya, dalam terbit menerbitkan prangko (sekarang) diurus oleh suatu PT yah (entah jaman dahulu kala itu).

    tapi menarik menjawab pertanyaan “Sebegitu sulitnyakah meneliti dahulu sebelum mencetak benda berharga?”

    akan terbit pertanyaan berikutnya dari saya: “pertanyaan itu diajukan ke siapa?”

    karena menarik utk turut menyimak site berikut:

    1. utk Loriculus galgulus/Loriculus pusillus
    http://bk.menlh.go.id/?module=florafauna&opt=data&id=4

    2. utk Polyplectrom malacense/Polyplectron schleiermacheri
    http://bk.menlh.go.id/?module=florafauna&opt=data&id=21

    terbit pertanyaan berikutnya:
    “siapa lebih kacau: yang menerbitkan prangko atau yang menerbitkan dua site diatas?”
    – secara gituh, akhir alamat dalam bentuk dot go dot id

    Dik Wati : 1. Pertranyaan diajukan ke yang berwenang menerbitkan. 2. Saya malah lebih tertarik untuk bertanya, bagaimana agar tidak kacau. -Mbilung-

  6. terkait jawaban Oom Ndobos,

    kalau boleh saya berasumsi, yang berwenang menerbitkan sepertinya mencari sumber dari dot go dot id itu… dan dari posting saya diatas, sumber dot go dot id, dengan segala hormat dan maaf yang sebesar-besarnya.. tidak bisa tidak dikatakan “memang kacau”..

    contoh lain dari sumber lain di dot go dot id: lihat daftar jenis dilindungi PP no. sekian.. saya tertarik dengan “daftar jenis burung”. di daftar itu, buanyak yang berupa suku.
    nah lho lagi. katanya “daftar jenis” tapi kow yg didaftarkan “suku”??

    hehe, hanya ingin curhat mengenai sekelumit permasalahan di negeri ini… agar tidak menjadi lebih kacau…

    ^_^

Leave a comment

Leave a Reply to didi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *