Jeng Jeng Time – Kopdar

Mengunjungi sebuah kota yang asing dan bertemu teman di kota tersebut adalah keasyikan tersendiri. Seperti ada suara yang bilang, “kamu akan baik-baik saja di kota ini”, kota yang asing tersebut lantas menjadi bukan lagi kota yang asing, dia menjadi kota yang sangat ramah dan itu semua karena ada teman di situ.

Liburan saya kemarin itu ya dipenuhi juga dengan acara bertemu kawan-kawan. Tidak perlulah saya ceritakan ulang acaranya seperti apa. Untuk acara di Semarang ceritanya ada di sini dan sini. Untuk Yogyakarta bisa ditengok di sini dan sini. Saya bercerita bagian lain saja dari acara-acara ketemuan kemarin itu.

Di Semarang saya sengaja memilih tempat berkumpul di Toko Oen. Lantas kenapa Toko Oen? Hanya karena saya belum pernah ke situ sebelumnya dan dengar-dengar es krim dan pastries-nya amat sangat layak santap. Alasan yang sangat egois dan sontoloyo sebetulnya. Saya memang menyukai makanan “bercita rasa tua”. Di Bandung, saya selalu berusaha untuk mendatangi Sumber Hidangan di Jalan Braga itu. Seperti halnya Toko Oen, Sumber Hidangan juga menjual es krim dan pastries dengan rasa “penuh pengalaman”.

Dengan Loenpia di Toko Oen

Perkara nama Oen yang dijadikan nama toko berawal dari masa awal Toko Oen di Yogyakarta. Konon kabarnya sang juru masak Liem Gien Nio memberi nama tokonya dengan nama suaminya, Oen Tjoen Hok. Banyak yang suka, lantas Toko Oen lainnyapun dibuka di Malang, Batavia dan Semarang. Pada akhirnya, Toko Oen yang di Batavia dan Yogyakarta tutup pada akhir tahun 1950-an. Nama bisa saja sama, toh Toko Oen yang di Semarang dan Malang saat ini tidak ada hubungan pengelolaan. Entah dengan Toko Oen yang di Den Haag dan Delft.

Warung GAMAAcara belum selesai di Toko Oen itu, tetapi tokonya harus tutup. Pindahlah kami ke warung tenda “GAMA” di Simpang Lima, di depannya E-Plasa. Entah apa maksudnya nama “GAMA” itu. Bisa jadi yang punya warung bernama Gama. Makanan yang ditawarkan kebanyakan makanan khas untuk begadangan. Harga makanan boleh saja relatif rendah, tetapi nongkrong di sini belum tentu murah walaupun suasananya meriah. Yang ngamen banyak …… banget 😀

Perbincangan acara kopdar itu di mana-mana topiknya ya nyaris sama. Tetapi ada celetukan kecil yang lantas tidak sempat dibahas yang membuat saya merenung sampai sekarang. Bagaimana Fany beradaptasi dengan banjir? Beradaptasi dengan rob. Pengalamannya mungkin bisa dijadikan bahan kajian untuk mitigasi dan adaptasi pemanasan global.

Untuk teman-teman Loenpia, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih karena kalian semua teramat sangat menyenangkan. Kapan-kapan, ajaklah diriku ini klayaban di kota tua. Itu target berikutnya.

Kumpul-kumpul di Yogya lain lagi kisahnya. Baru kali ini saya kopdaran di rumah sakit. Sebuah rumah sakit tua dengan prinsip yang awalnya membuat kening berkerut lantas membuat saya ngakak tak terkendali …. “Hospitalised Happily, Dying in Dignity.”

Tika dan Iphan pose bersamaTika dirawat di sana (Iphan juga), ada masalah dengan sistem pencernaannya yang jarang diberi cernaan itu. Dia jelas tidak happy di hospitalised begitu, tetapi yang tampak nyata adalah, kamarnya selalu dipakai happy-happy, oleh para pelongoknya. Entah kenapa setiap penjenguk rajin sekali membawa buah tangan (biasanya makanan) yang jelas-jelas tidak bisa dimakan oleh si sakit, atau terlalu banyak untuk dihabiskan sendirian oleh si sakit. Ujung-ujungnya sama saja, diperlukan bantuan pihak ketiga untuk menghabiskan buah tangan si sakit itu. Bagi Tika, mendapatkan pihak ketiga dengan keahlian bersih-bersih hidangan bukan perkara susah. Bahkan ada pihak kedua (pemberi buah tangan) yang sekaligus bertindak sebagai pembersihnya.

Jika kamar Tika penuh derai canda dan tawa, lain halnya dengan kamar Iphan. Saya tak habis mengerti, bagaimana itu Iphan yang sudah tergolek lebih dari 12 jam di kamar itu belum juga didatangi dokter. Sang perawat yang ketiban sial saya interogasi pada akhirnya hanya bisa memberikan jawaban wagu. “Tapi tadi sudah dikasih obat sakit perut”, begitu ujarnya. Saya hanya balik bertanya “Dokternya belum datang kan? penyakitnya apa juga belum tau kan? lha kok mbak lancang ngasih dia obat sakit perut?”

Sedang konsultasi dengan dokter hewanPerkara begini akhirnya bisa diselesaikan dengan kesabaran Zam (yang setia menunggui Iphan) dan ketangkasan Ibunya Tika sebagai pelanggan rumah sakit tersebut untuk menyeret sang dokter memeriksa pasiennya. Mungkin karena kekurang beresan model begini atau ketidakpuasan Tika dengan dokternya, maka Tika akhirnya lebih memilih untuk berkonsultasi perkara penyakitnya itu dengan dokter hewan yang sedang liburan. Entah apa yang dibincangkan, itu rahasia antara dokter dan pasiennya. Akhirnya toh sang dokter menulis resep dan memberikannya ke pasiennya. Mungkin karena tulisan dokter itu memang harus jelek, tidak perduli apakah dia dokter hewan atau dokter manusia, bagi saya resep tersebut lebih mirip gambar. Lepas dari perkara tulisan, tampaknya resep tersebut manjur, esok harinya Tika sudah lepas dari rumah sakit.

kartun.jpg

(bersambung)

Join the Conversation

29 Comments

  1. kopdar di rumah sakit di jogja itu kayaknya seru banget. itu ‘slogan’ rumah sakitnya saya colong ah. lucu juga. 😀

    tika dan iphan semoga cepat sembuh. pakde dan bude, met taun baruan ya.

  2. bagaimana saya beradaptasi dengan banjir?
    haha, salah satunya dengan meninggikan rumah setinggi-tingginya 😆

    rob dan banjir di semarang gak ada habisnya, pakdhe..
    banyak studi banding ke belanda, tapi hasilnya nihil sampe skrg.
    para pejabatnya gak ada yang tinggal di kota bawah, jadi mana mereka mengerti ‘derita’ -terutama- saat rob,
    motor dan mobil jadi cepet keropos kalo dirawat biasa doank huhuhu… 🙁

  3. pasti kota berikutnya adalah kota malang… alangkah senangnya kalau kota malang menerima kunjungan seleb blog seperti Pakde ini.. sekalian hadir di acara pesta bloggernya wong malang 😀
    Pakde keycodenya kok ada nama saya huahahaha.. *tersanjung*

  4. hasil konsultasi sama dokter hewan online itu piye? bagus? tikanya sembuh toh? soalnya kucing saya (dua ekor, malah. bukan cuma satu) sembuh setelah dikasi resep sama dokter tito. wah…tika=kucing? *cekikikan*

  5. soal Toko Oen, saya harus berguru pada kakek seniro perjengjengan yang kembali berjeng-jeng ini..

    keluyuran saya hanya seputar hidangan ala mahasiswa kere, pakde..

    eh, sudah pernah nyobain kopi jos belum toh, njenengan?

    sate kuda itu juga belom toh? apalagi sate kebo..

    wekekeke

  6. pakde, maap kemaren ga bisa ikutan yang di jogja. hidung lagi meler, ga kuat turun kebawah. eh, rupanya sempet kopdaran di toraja resto ya yg kaliurang km 12. kos saya dket situ. anto ga ngasih tau dia*mana antopayah:D*
    oot, keycodenya nama yang barusan kejogja juga. hehehe…

  7. kalau tahu mbakdos di daerah jateng juga saya pasti mbolos. Dipecat yo ben. Saya nanti kalau longgar nyoba ke mBogor sendiri yang lewat parung itu. Nah, gantian situ yang ngajak saya berwisata. Halah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *