Panggung Sandiwara

behave.jpg

Dunia adalah panggung sandiwara, begitu ujar sebuah lagu lawas yang digubah oleh Ian Antono dan liriknya ditulis oleh Taufik Ismail. Ada banyak pelantun lagu yang menyanyikannya, sebut saja nama seperti si kribo Ahmad Albar dengan God Bless-nya atau si madu – si ndok ceplok – si batu batere teteh Nicky Astria. Lagu yang menurut saya tidak tuntas sebetulnya. Lirik lagunya ada menyisakan pertanyaan “Mengapa kita bersandiwara”.

Lagu itu bertutur, bahwa di dunia ada peran wajar dan ada peran berpura-pura, sementara setiap kita mendapat satu peranan di dalamnya. Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak (kecuali kalau garing) dan peran bercinta bikin orang mabuk kepayang.

Sebagaimana lazimnya sebuah pertunjukan seni peran, jarang dari kita yang bisa melihat apa yang terjadi di balik layar. Bagi sebagian penonton, apa yang tersaji di panggung adalah sebuah kenyataan. Orang tidak lagi melihat sang pemeran sedang memerankan tokoh jahat, yang dilihat adalah orang tersebut adalah orang jahat. Maka ada kisah seorang artis yang menerima perlakuan tidak menyenangkan dari seorang penonton sandiwaranya mana kala ia sedang berbelanja di pasar.

behind.jpg

Kenyataan di balik layar bisa amat sangat berbeda. Beberapa film bahkan membuat dokumentasi tentang apa-apa yang terjadi di belakang layar dan proses bagaimana film tersebut dibuat, behind the scene atau making of istilahnya, yang lantas dipakai sebagai bahan promosi film tersebut. Ada seorang kawan yang kecewa setelah melihat yang terjadi di belakang layar. Bokong artis pujaannya ternyata tidak seindah yang tampak di film, karena dalam film tersebut sang artis menggunakan bokong pemeran pengganti. Apa ini istilahnya? Pemeran pengganti bokong? Coba tanyakan pada Mas Iman.

Sudut pengambilan gambar, pencahayaan, kepiawaian pengatur gaya lantas ditambahi musik latar, menjadikan apa-apa yang dilihat di layar seolah-olah sebuah kenyataan. Tak elok rasanya memang kalau kita menghakimi para pemerannya hanya berdasarkan dari apa-apa yang terpampang di layar pertunjukan atau berdasarkan bisik-bisik dengan sesama penonton lainnya. Jika lantas apa-apa yang terjadi di panggung ternyata sama dengan yang terjadi di luar panggung, itu adalah urusan para pemeran, bukan urusan kita.

Lantas pertanyaan mengapa kita bersandiwara tadi bagaimana? Ilustrasi dari fenomena Bollywood di India, yang pada tahun 2002 mampu menarik 3,6 milyar penonton (Hollywood hanya 2,6 milyar), mungkin bisa menjadi salah satu acuan. Banyak orang memerlukan mimpi untuk menjadi obat penawar kesulitan dan kepahitan hidup, walaupun hanya untuk sesaat.

Foto NdoroAlbar dan HannyAstria dipotret entah oleh siapa. Foto satunya lagi oleh Bangsari.

Join the Conversation

29 Comments

  1. saya harus mencabut pernyataan ini:

    saya semakin yakin bahwa postingan
    http://ndobos.com/2008/04/08/ayo-pamer/
    adalah klimaks mahakarya sir mbilung setahun terakhir ini . .

    and the winner is . . . . .
    http://ndorokakung.com/2008/07/02/wadam-pecas-ndahe/#comment-21138
    adalah klimaks mahakarya sir mbilung setahun terakhir ini . .
    . . . sebagai model . . 😛
    * sir, . . . itu murid kursus modelnya ditarik bayaran berapa?
    * dia sulit untuk tampil maksimal ya . . , bakatnya nul puthul..
    * terlalu pede dan terlalu mudah untuk diracuni . .
    * tidak semua orang bakatnya sama sir . . . 😉

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *