Nikmati Selagi Bisa

keluarga.jpg

Anak. Betapa berharganya mereka. Paling tidak buat saya. Setiap detik bersama mereka, adalah saat yang membahagiakan (well … almost). Anak selayak suar, yang menjadi penuntun arah tujuan. Menjadi jangkar, sehingga hati selalu tertambat pada keluarga. Juga menjadi pagar sehingga saya tidak menjadi kambing liar. Ada masa di mana saya tidak melihat mereka tumbuh, sehingga terkaget-kaget melihat sosok mereka manakala saya kembali ke rumah. Untung mereka tidak memanggil saya Om. Atau lebih parah dari itu, untung tidak ada teriakan begini di rumah ketika saya pulang, “Sebentar ya Om. Paaaaa, Papaaaaa, ini ada temannyaaaaa!!!”

Kapan itu ada kawan yang baru punya anak, datang dengan keluhan betapa lelahnya dia mengurus anaknya. Kapan lagi, ada yang datang dengan keluhan yang sama soal anaknya yang masih balita. Saya hanya berpesan pada mereka, “Nikmatilah saat-saat itu, sebentar lagi anakmu akan tumbuh besar dan mulai hilang dari kehidupanmu. Sebentar lagi mereka akan punya dunia sendiri.” Klise? Basbang? Biarin, karena begitulah adanya.

Jika pada jaman dahulu orang memiliki anak banyak karena memang tidak ada hiburan lain selain bikin anak atau karena perlu tenaga kerja untuk menggarap ladang, maka jaman sekarang jumlah anak dari tiap keluarga cenderung menurun jumlahnya. Bisa jadi ini adalah salah satu indikator keberhasilan program KB dahulu itu, dua anak cukup (cukup mahal mungkin maksudnya), atau laki perempuan sama saja (sama-sama mahal mungkin maksudnya). Umur anak sulung dan bungsu dalam keluarga menjadi berdekatan, dan mereka menghilang dari rumah dalam waktu yang relatif bebarengan. Meninggalkan orang tua yang masih relatif muda untuk bercanda dengan anak tetapi terlalu tua untuk punya anak lagi.

Ini ada apa toh? Ah, ya ndak ada apa-apa kok. Saya hanya baru saja melihat-lihat foto anak-anak saya saja. Kangen sepertinya. Mereka sudah tumbuh besar, berusia remaja. Sudah mulai punya dunia sendiri. Sebentar lagi datang waktunya saya harus melepas mereka menjalani hidup mereka sendiri.

Oh tidak, saya tidak akan memenjarakan mereka di bawah ketiak saya, atau memegangi mereka. Toh tangan saya nanti akan sibuk, menggandeng istri saya, menelusuri jalur pedestrian di bantaran Sungai Seine, sekadar berdiri memandang air dari atas jembatan Pont d’lena atau menggelandang di Wonosobo. Gimana Jeng?

Begitu saja. Nikmatilah kebersamaan bersama anak sebelum mereka kabur entah ke mana.

Foto diperagakan oleh model. Fotografer Zam.

Join the Conversation

51 Comments

  1. Iyah memang betul, gak kerasa sudah banyak “type-ex” di kepala menandakan bilangan umur sudah banyak, jadi intinya mau pensiun dini neh? πŸ˜›

  2. gimana kalo jalan-jalannya sama si jeng di tambah juga ngeliat cherry blossom di potomac park? sekalian mbantu momong keponakaanmu ini, juga ketemuan ama jeng bunder yg sekarang jadi juragan batik πŸ™‚ ….

    Lho…di situ masih ber-Hanami? Ah, kalau untuk itu saya pilih taman Shinjuku Gyoen saja. – Mbilung –

  3. loh? gembul dah punya anak tho? cepet amat baru kemarin punya pacar, atau dari pacar sebelumnya ya?

    Loh? yang bilang gembul punya anak siapa? – Mbilung –

  4. foto diatas kok mengingatkanku pada pesan seseorang yang menyebutkan …
    “ati-ati lhoh, saiki jamane gampang manak”
    Lhah kapan meteng e …

  5. Hebat Kang tulisane menggugah rasa … sayang model fotomu sing lanang kuwi koq gak tepak gitu. Tampangnya cenderung seneng punya anak banyak, tapi semua anak sulung

  6. waktu berjalan begitu cepat pakdhe. mungkin kemaren masih momong anak, bentar lagi momong cucu… :mrgreen:

    horeeee, sebentar lagi mau dapat cucu dari chika. -Mbilung-

  7. >> menelusuri jalur pedestrian di bantaran Sungai Seine, sekadar berdiri memandang air dari atas jembatan Pont d’lena

    Saya boleh ikutan? Bawa temen deh.. jadi misah di sananya…xixixixi!

    bersama anjing lautmu itu? -Mbilung-

  8. weeelhaaa….iki to yg diobrolin semlm itu

    yowiz, nderek bingah kemawon, dateng panjenengan2 sedanten…
    mugi daos birul waliddin, saknah mawaddah warahmah….

    :mrgreen:

  9. woh, wis nduwe bocah… ayu tenan… tokcer juga kau, bal!!! hihihihi. sibuk ngurusi anak rupanya, pantas belum ngapdet2 blog lagi πŸ˜€ hehehe.

    lho? emang itu anaknya Iqbal ya? – Mbilung –

  10. mast.. kami blum dapet lho… do’aken ya mast.. Ngemeng2, tomorrow July 26 kami anniversary nyang ke-10. Seperti yang Ibunda bilang, perlu & harus diperjuangkan… do’aken juga ya mast & mbak.

  11. bener pakdhe, anak itu sumber kebahagiaan. saya ketinggalan banyak banget masa pertumbuhannya. hikzz…. padahal baru tiga tahun. Gak bisa membayangkan besok mereka besar dan meninggalkan ‘sarang’nya

  12. Toh tangan saya nanti akan sibuk, menggandeng istri saya, menelusuri jalur pedestrian di bantaran Sungai Seine, sekadar berdiri memandang air dari atas jembatan Pont d’lena

    dan sesekali saya menengok ke belakang, karena yati ternyata ikut bersama kami.

    *serasa di cerpenista*

  13. Saya ingin menikmati Pakdhe..membaca tulisan pakdhe yg mengharukan dan membayangkan putri kecil saya yg sebentar lagi tidak mau digandeng, tapi….PHOTO itu mengganggu Pakdheeee..!!!!

    Lha bagaimana Mbak, wong foto itu justru mengharukan je menurut saya. -Mbilung-

  14. “Umur anak sulung dan bungsu dalam keluarga menjadi berdekatan, dan mereka menghilang dari rumah dalam waktu yang relatif bebarengan.Meninggalkan orang tua yang masih relatif muda untuk bercanda dengan anak tetapi terlalu tua untuk punya anak lagi.”

    Hahahahaha….
    Pokoke saya ketawa banget baca ini.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *