Tersesat adalah fitur, bingung adalah plug-in

sepur.jpg

Apakah sampeyan pernah melakukan perjalanan ke tempat-tempat tertentu tanpa perencanaan, nekat, tanpa perhitungan dan sok tahu? Ngeluyur dengan tujuan tidak jelas dan asal berangkat tanpa persiapan matang? Jika sudah … selamat, sampeyan telah melakukan “Ndoyok“. Agak sulit menerangkan arti kata yang kerap dipakai oleh para insan sebuah komunitas blogger ini. Ndoyok tidak hanya sekedar tersesat. Para penganut Ndoyok bahkan memiliki moto, “Do first, think later. Tersesat adalah fitur, bingung adalah plug-in.” Apa pasal saya lantas ingin bertutur tentang Ndoyok? Jadi begini …

Alkisah Nona Menthel mendapat hadiah bepergian ke luar negeri. Ini adalah perjalanan pertamanya ke luar negeri. Sesudah selesai melaksanakan perjalanan hadiahnya, dia memutuskan untuk mampir dan menjelajahi kota London … sendirian. Walaupun sebetulnya dia melakukan perjalanan ke London bersama Sutradara Ndoyok, tetapi dia memilih untuk menghabiskan sebagian besar waktu ngluyurnya sendirian dan memenuhi semua persyaratan Ndoyok. Hasilnya … ya itu tadi, tersesat adalah fitur dan bingung adalah plug-in.

Saya amat sangat paham soal tersesat dan bingung yang dialami sang nona. Jika saya ada dalam keadaan seperti dirinya dan melakukan hal yang sama, nasib saya juga tidak akan berbeda. Memutuskan untuk menggunakan sarana transportasi publik kereta api (sebetulnya kereta listrik) di London sebenarnya adalah pilihan yang bagus. Relatif murah, lancar, cepat dan menyenangkan. Ibarat kata seperti menyeruput madu yang dituang ke udelnya Keira Knightley. Tetapi, jika baru pertama kali, tanpa kawan dan tanpa persiapan memadai maka Ndoyok adalah hasilnya. Moda transportasi kereta di London, bagi orang yang baru pertama kali menggunakannya, bisa membuat pusing.

Saya termasuk yang beruntung. Sebelum merasakan melakukan perjalanan dengan kereta di London, saya sempat belajar dengan menggunakan MRT (Mass Rapid Transport) di Singapura yang sangat mudah dipahami. Jika kereta di Singapura hanya memiliki dua moda saja, MRT dan LRT, maka kereta di London memiliki Underground (Tube), DLR (Docklands Light Railway), London Tramlink (Trams) dan Rail. Jika daerah tujuan terletak di London pinggir, besar kemungkinan sampeyan harus menggunakan lebih dari satu moda. Membingungkan, apalagi jika tidak membekali diri dengan peta.

Syukurlah walaupun sempat tersesat (dua kali) dan bingung (berkali-kali), pada akhirnya sang nona dapat sampai di tujuan. Dia lolos dari “ujian” kereta di London. Ujian berikutnya untuk si nona? … Tokyo!

Saya membutuhkan waktu lama untuk menyesuaikan diri dengan transportasi kereta di Tokyo. Selain tanpa teman perjalanan, saya juga praktis buta (tidak dapat membaca tulisan Jepang), bisu dan tuli (tidak dapat berbahasa Jepang). Walaupun ada tulisan yang menggunakan “huruf normal” (huruf latin) dalam Bahasa Inggris, tetapi dalam banyak kasus hal itu tidak membantu. Kebingungan saya terbesar adalah stasiun kereta Shinjuku. Stasiun ini sebetulnya terdiri dari 5 stasiun kereta yang untuk wilayah Metro Tokyo saja dilayani oleh 11 jalur (lines) kereta berbeda dan memiliki 200 pintu keluar masuk. Shinjuku adalah stasiun kereta paling sibuk di dunia dalam hal jumlah penumpang yang dilayani. Dalam satu hari lebih dari 3,6 juta orang menggunakan stasiun ini.

Ada kisah seorang teman dari Singapura yang berkunjung ke Tokyo dan saya menawarkan diri untuk menjemputnya di Shinjuku. Dia menolak. “No need laaaah, I will be OK, in Singapore we also have train laaaah …” begitu ujarnya dengan aksen Singlish yang kental. Yo wis, karepmu. Tunggu punya tunggu, kawan itu tidak juga muncul, hingga akhirnya dia menelepon saya. Dia tersesat di dalam stasiun dan tidak tahu harus ke mana. Berhubung kereta dari tempat saya tinggal ke Shinjuku sudah habis, maka saya tidak dapat menjemputnya saat itu juga. Singkat kata, dia harus “menginap” di dalam stasiun.

Rupanya cerita ini menjadi bahan pelajaran bagi kawan lain yang akan berkunjung ke Tokyo. Kali ini tawaran saya untuk menjemputnya diterima … dengan sedikit modifikasi. Ketika saya menawarkan apakah dia mau saya jemput di stasiun kereta Shinjuku dia menjawab dengan tegas “NO!!!” … dia meminta saya menjemputnya di bawah tangga pesawat. Saya ngakak, sembari mengatakan bahwa istri saya saja bisa sampai ke stasiun Shinjuku dari bandar udara Narita sendiri. Dia menjawab “Well … she’s your wife and I am not.”

Kembali ke Nona Menthel, tampaknya dia memiliki jurus baru Ndoyok dengan tidur di kereta hingga bablas ke stasiun paling ujung atau mengabaikan panggilan untuk naik pesawat dan membiarkan pesawatnya berangkat tanpa dirinya. Begitulah. Jika sampeyan tidak berminat menjadi doyoker, ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum bepergian dan jangan malu menerima jika ada yang menawarkan bantuan. Tetapi jika sampeyan ingin merasakan “sedapnya” berpetualang, Ndoyok is the best.

Gambar diambil dari sini.

Join the Conversation

34 Comments

  1. pas denger tika hilang, aku antara prihatin dan nyengir dikit. soalnya sudah cukup hafal sama kebiasaan nona yang satu itu…

    untunglah ia sudah ditemukan muncul kembali…

  2. lha trus kalo nggak nyasar di tokyo, berarti istri panjenengan? kok nggak enak ya?! 😀

    lhaaa, kok tahu jadi istri saya itu nggak enak? *mbok pengalaman pribadi begini jangan di-share to yaaaaa* -Mbilung-

  3. ticket vending machine di jepang itu biadab!!!…lha aku bingung harus ngapain waktu mau beli tiket sepur ke Kawasaki walau dah pegang peta & trip guidance, tulisannya kanji dan suara nona mesinnya jepun…byuhhhh, tobat. Tapi hebat…petugasnya bisa keluar dari mesin 😀

    *tika ke bogor aja nyasar, apalagi ke London*

  4. paling mantebh saya tersesat 1 jam dr asakusa mo balik ke Shinjuku hihi~ ……BTW saya suka shinjuku pintu selatan ..gak tau kenapa 😛

    Nyebrang jalan, nongkrong di Starbucks sambil nonton yang lewat ya Dut? -Mbilung-

  5. Eh, Singapore ga cuma punya MRT loh, tapi ada LRT (light rapid transit) juga loh… jadi peta sistem transportasi Sing sudah lebih ruwet lagi dari cuma MRT doang….

    Anda benar, terima kasih, kesalahan di atas sudah saya perbaiki -Mbilung-

  6. saya juga penganut Ndoyokisme, paman.
    “do first. think later..”

    karena untuk beberapa hal, semakin dalam berpikir, semakin malas untuk merealisasikannya. jadi, ya ndoyok aja. hehe..

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *