Adek

Anak ini adalah anak saya paling kecil. Adek, begitu kami di rumah memanggilnya. Dialah seteru saya dalam olah cakap di rumah dan celakanya dia sering menang. Lantas ada apa dengan si Adek? Singkatnya si Adek berulang tahun hari ini. Agak istimewa buat saya, karena setelah entah sudah berapa tahun, akhirnya kali ini saya bisa bersama dia di hari ulang tahunnya. Girangkah dia? Kalaupun girang, tidak akan pernah dia tunjukan di hadapan saya.

Adek lahir di malam takbiran dan saya tidak berada bersama ibunya pada saat dia lahir. Saya sedang makan di rumah makan di sebelah rumah sakit. Perkara yang satu ini, salahkan saja perawat di rumah sakit yang mengatakan bahwa si jabang bayi masih lama lahirnya. Begitu saya datang kembali selesai makan, sang perawat malah memarahi saya karena tadi saya “menghilang”. Dalam hati saya berkata, ini anak dari lahir sudah cari gara-gara sama bapaknya.

Syukurlah dia tumbuh menjadi anak yang sehat. Tidak seperti kakaknya yang mengalami pertumbuhan pesat ke atas dan ke samping, Adek tumbuh pesat ke atas dan tidak ke samping. Kelebihan utama si Adek, jika saya boleh bilang begitu, adalah kemampuannya membalikkan keadaan. Ada satu kisah yang sudah lama terjadi ketika Adek yang sedang sakit sangat ingin makan ice cream. Ijin untuk menyantap ice cream tidak didapat dari sang Ibu. Adek tidak menyatakan keberatannya, dia hanya berjalan hilir-mudik di depan sang Ibu dengan mulut mecucu metal (manyun). Sang Ibu yang entah jatuh iba atau jengkel akhirnya memperbolehkan si Adek untuk menyantap ice cream akan tetapi si Adek tak kunjung beranjak mengambil ice cream yang dia kehendaki. Ibu yang kali ini kesal berkata “sudah…sana ambil ice cream-nya.” Si Adek beranjak menuju tempat ice cream berada, masih sambil manyun, dan berkata “ya sudah kalau dipaksa.”

Beberapa hari yang lalu sepulang dari kerja, Adek tidak menyambut saya di pintu depan rumah seperti biasanya. Ternyata dia sedang asyik menonton televisi. Saya bertanya, acara apa yang sedang dia tonton? Dia menyahut singkat “Glee.” Saya lantas bertanya lagi “Glee itu apa Dek?” Dia hanya menjawab “Yaaaaah … Bapak nggak gaul, nggak tau Glee.” Saya yang merasa ditantang bertanya balik “Bapak ndak tau Glee, tapi apa kamu tau RPM Konten?” (Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia). Dia lantas menjawab “Aaaah Bapak mainnya sama Ndorokakung terus sih, makanya nggak tau Glee.” Dan saya kehilangan kata-kata untuk membalas.

Lepas dari “kecerdikannya” yang satu itu, Adek adalah anak yang care terhadap orang lain. Dia tahu persis caranya menyenangkan hati orang terutama yang lebih tua dan punya uang. Tidak heran setiap kali lebaran dia berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah lumayan besar hasil pemberian dari para kerabat yang lebih tua. Dia juga senang dengan kegiatan sosial. Dia lebih senang menghabiskan hari liburnya  di sekolah untuk bermain dengan anak-anak yatim dibanding pergi “bersenang-senang”. Belakangan saya juga tahu kalau dia dipilih oleh teman-temannya yang autis di sekolah untuk menjadi pendamping dan Adek menjalaninya dengan sukacita, walaupun dia jarang bercerita soal itu jika tidak ditanya.

Apakah lantas sekarang saya sudah bisa melepaskan pikiran saya yang menganggap dia masih anak kecil? Ah … ada cerita soal ini. Beberapa hari yang lalu si Adek pulang dari sekolah membawa satu CD musik, pinjam dari teman katanya. Saya sempat kaget melihat CD musik yang dibawanya itu … itu CD musik Carpenters 1969-1973. Saya lantas bertanya “Itu CD kamu pinjam dari temanmu atau dari kakeknya temanmu?” dia hanya tersenyum … si Adek memang sudah tua.

Selamat Ulang Tahun Ghilman.

Photo: Atas oleh Jeni. Bawah oleh Dinda.