Alin

alin.jpg

Cerita ini bermula dari lebih 20 tahun yang lalu. Bapak dan Ibu saya kala itu menerima 9 orang yang menginap di rumah. Sembilan orang itu, yang kemudian dianggap ibu saya sebagai anak-anak tambahannya, memiliki dua kesamaan. Satu, mereka semua perempuan. Dua, semua berasal dari Timor-Leste (Timor Timur pada saat itu). Selama 9 tahun hubungan itu semakin erat dan salah satu yang paling dekat dengan Ibu saya adalah Alin. Hingga kemudian konflik besar terjadi di Timor Timur pada tahun 1999, saat mana rakyat Timor Timur memutuskan untuk menjadi negara merdeka dan bedaulat yang kemudian dikenal dengan nama Repรบblica Democrรกtica de Timor-Leste.


Begitulah, kami kehilangan Alin, dan 7 orang lainnya (yang satu, Vicky, kami dengar pindah ke Portugal sebelum konflik terjadi), setelah konflik tahun 1999 itu. Entah bagaimana mereka saat itu. Setelah waktu itu, saya beberapa kali mengunjungi Timor-Leste, dan beberapa kali juga saya berusaha mencari mereka. Gagal.

Pada suatu hari di penghujung tahun 2009, Ibu saya menelpon saya dan mengabarkan dengan sangat girang bahwa dia sedang besama Alin di Bandung. Dengan bekal ingatan alamat rumah orang tua saya di Bandung itu, Alin mencari mereka dan bertemu. Bapak dan Ibu girang luar biasa, saya senang mendengarnya, karena sekarang saya tahu bagaimana menghubungi Alin jika datang ke Dili.

Begitulah, pada kesempatan pertama saya berkunjung kembali ke Dili, yang pertama kali yang saya lakukan begitu keluar dari bandara adalah menghubungi Alin. Dia masih ada acara dengan kantornya dan kami berjanji bertemu keesokan harinya. Alin menepati janjinya, dia datang ke tempat saya menginap dan saya sudah lama ndak nangis.

Sore tadi saya datang berkunjung ke rumahnya di daerah Taibessy, bertemu dengan suami dan anak-anaknya. Kepada beberapa tetangganya Alin sempat berucap, “Ini kakak saya”. Sementara anaknya terpuaskan karena sudah bertemu langsung dengan orang Indonesia yang seperti di televisi, begitu katanya. Selanjutnya obrolan yang terjadi lebih seperti mendengarkan Alin bercerita tentang keluarganya yang hilang, kehidupannya di gunung-gunung semasa pengungsian, kematian anak tertuanya dan kehancuran. Cerita yang kemudian ditutup dengan kata-kata “… tapi Mas, sekarang keadaan saya sudah jauh lebih baik.” Alin masih bisa tersenyum.

Perang atau konflik selalu mengundang kepedihan, di manapun itu terjadi. Kejam. Toh pada dasarnya manusia itu sama, juga dengan perasaan yang dimilikinya apalagi jika bersentuhan dengan hal-hal mendasar seperti kehilangan. Malam ini, dari Alin saya belajar betapa indahnya damai serta bagaimana menjaga optimisme akan adanya masa depan yang lebih baik, dan saya sudah lama ndak nangis.

Join the Conversation

41 Comments

  1. mungkin Alin pada akhirnya bisa jauh lebih bisa menghargai kedamaian, karena dia tahu betul apa rasanya yang sebaliknya.

    tapi masa iya sih kita harus ngerasain yang sama kaya Alin cuma biar kita tahu betapa berharganya kedamaian itu? ๐Ÿ˜‰

  2. Wah jadi inget pas saya dulu SMP. Sempat punya temen dari Timor Timur setelah sebuah acara di Jkt. Jg sempat saling bersurat. Sayangnya surat terputus sebelum saya masuk SMU.

    Seandainya saat itu sudah ada internet…

  3. Lagi, Mbilung bikin posting yang bagus dan menggetarkan. Kali ini in-situ. Anak Alin bicara pakai bahasa apa, Rud?

    Pakai Bahasa Indonesia Mas Paman, katanya dia belajar dari televisi Indonesia yang dia tonton. Anehnya, Bahasa Indonesia dia sangat baik tata bahasanya dan sopan … tidak seperti di televisi itu :p – Mbilung –

  4. anaknya alin itu bisa bahasa indonesia? hebat..
    jadi kalo kita ke Dili sekarang jadinya keluar negeri gitu ya Pakdhe? semoga untuk selanjutnya ga perlu visa :mrgreen:

  5. Alhamdulillah lu bisa ngalaminya jadi lu bisa nangis n ngerasain betapa kita ini sama aja dihadapan Alloh jd semua pasti bisa sedih, tul Jo?

  6. *bercucuran aer mata*… hhhuuuuaaaaa…. ga tegaaaaa….
    cinta Timor Leste….menyesal lepas dari Indonesia….(sssstt… aku pernah bercinta disana…). tapisekarang aku ngga sedih banget… jadi ada catetan bahwa aku pernah keluar negeri.. heheheheheh..
    Salam damai buat Alin sekeluarga yaaa…

  7. Alin tentu bahagia, anak-anaknya kini hidup di negara berdaulat. Senangnya bisa reuni, Pak.. lebih senang lagi, saya kelungsuran tas anyar ๐Ÿ˜€ Btw, mata uang yang dipakai campur2 kali yak..?

  8. getaran harumu sampe pada saat aku mbaca tulisan di atas masih kuat terasa……hiks..hiks…sering sering nangis..biar rambutnya item lagi joooooo….(nyengir)..

  9. wah.. sempet ketemu Alin to mas? ketinggalan berita, baru buka ndobosan lagi nih. Alin, makasih ole2 dari timor leste nyaaa…

  10. alin kau masih menjadi bagian dari keluarga yang selalu menyayangimu ,biarpun diluar sana banyak beruba ,tapi kau tetap disayang . (ngguguk, sesekan , nangis dewe)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *