Tadi saya berjalan ke warung makan. Ada sepeda motor yang melaju kencang meraung, padahal ada tikungan berpasir di depan. Keseimbangan badan mungkin berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan, dia terguling. Orang-orang di sekitar ada yang tertawa, ada pula yang menyumpahi sembari memberi petuah.
Pengendara itu tidak cedera serius tampaknya, kecuali cedera harga diri. Dia bergegas pergi, tidak sekencang tadi. Untuk saya, belajar dengan melukai harga diri itu mahal. Anda bagaimana?
dalem ya…
mendedikasikan tulisan ini untuk seseorang
1. Nekat, ngawur, dan berani adalah tiga hal yang berbeda; tapi dalam praktik susah memilahnya
2. Kalau dia orang optimistis pasti akan bilang ke pasir, “Nah akhirnya kamu dapat pelajaran kan? Dari kemarin aku sabar padahal pengin banget jatuhin diri ke kamu!”
ah itu sih orang yg cuma bisa ngegas sama ngerem aja, belum bisa mengendarai…tikungan ya menurunkan kecepatan dong, pebalap pun gitu 😛
makanya, sehabis kecelakaan, pertanyaan pertama selalu: “motornya ga bocel bocel kan?”
duh, puk puk.. itu kodoknya udah lari..
*nyalahin swikee*
Jelas malunya itu yg lebih parah dripada sakitnya :))
:)) malunya itu lho…. :)) doh!
mungkin harga diri pemuda itu sudah dijual murah, jadi dia tidak punya lagi saat terjatuh di depan pakdhe mbilung 🙂
semua ada resikonya, termasuk resiko melaju kencang