Naik Kereta (yang tidak ada) Api(nya)

Kemarin itu saya naik kereta listrik commuter line (CL) dari Bogor ke Pasar Minggu di Jakarta setelah sudah setahun lebih saya tidak naik CL. Lepas dari kekhawatiran beberapa orang, perjalanannya saya nikmati (naik turun tangga stasiunnya yang tidak saya nikmati).

Saya sempat terkenang masa lalu dikala saya masih jadi pelanggan setia kereta api Bogor – Jakarta – Bogor. Anker (anak kereta) istilahnya. Masa awalnya adalah kereta dengan penumpang ada di mana-mana, milai dari di dalam gerbong, di dalam ruang masinis, hingga di atap kereta. Kabarnya, orang rela menantang bahaya dengan menempati atap kereta karena di dalam gerbong, selain penuh, juga sangat gerah. Mungkin ini juga sebabnya pintu gerbong kereta selalu terbuka. Ada banyak pedagang asongan di dalam kereta, dari mulai makanan hingga barang pernak-pernik.

Kemudian hadirlah Pakuan Ekspres, yang melayani Bogor – Jakarta – Bogor yang tidak berhenti di setiap stasiun dan gerbongnya dilengkapi dengan pendingin ruangan. Sejuk dan cepat. Tetapi dalam jam-jam sibuk isi gerbong bisa penuh sesak, bahkan ada yang bawa tempat duduk sendiri. Masih ada beberapa pedagang yang berjualan di dalam kereta, biasanya berjualan makanan.

Lalu datanglah jaman CL, yang buat saya lebih manusiawi pada jam sibuk sekalipun. Tidak ada pedagang dalam gerbong kereta, tidak ada penumpang di ruang masinis, tidak ada yang bawa kursi sendiri, gerbongnya berpendingin ruangan, pintu gerbongnya bisa ditutup, tetapi CL berhenti di setiap stasiun.

Dalam waktu yang relatif singkat, layanan kereta api dari dan ke Jakarta meningkat pesat pelayanannya. Masih berdesak-desakan di kala jam ramai, walaupun jumlah gerbong sudah ditambah hingga batas maksimum panjang rangkaian. Frekuensi perjalanan juga makin kerap. Jadi tidak perlu menunggu lama untuk menanti kedatangan kereta berikutnya.

Peningkatan yang pesat itu saya rasakan sekali, walaupun kalau mau nyinyir ya banyak hal yang bisa dikomentari kurangnya apa, tapi saya lebih banyak mensyukuri kemajuan pelayanan CL khususnya dan PT. KAI umumnya.

Tidak hanya fasilitas CL yang banyak peningkatan, infrastruktur di setiap stasiun juga banyak dibenahi yang membuat penumpang lebih nyaman. Tetapi yang paling saya pujikan adalah keramahan petugas CL, terutama petugas keamanannya yang dengan sigap membantu penumpang untuk mendapatkan pengalaman perjalanan yang lebih nyaman.

Komentar

5 tanggapan untuk “Naik Kereta (yang tidak ada) Api(nya)”

  1. Ndik Avatar
    Ndik

    ngalami pengalaman pertama waton munggah lalu salaman, Lalu nikmatnya njagong di Anak tangga hingga ndodok di atap, pas weekend kadang ikut ngamen di kereta bareng anak2 sanggar hingga dikepruk rotan satpam atau polsuska Dan provos. Sesuatu yg nggak bisa diulang sekarang hahahaha

    Suka

    1. Rudy Rudyanto Avatar
      Rudy Rudyanto

      Buat saya, masa lalu itu selalu lebih berwarna. Mungkin karena saya sudah tua.

      Suka

      1. Ndik Avatar
        Ndik

        seperti krl, kenakalan itu berevolusi, kenakalan Masa Lalu itu rodo wagu Dan Ra Mutu Kalau diceritakan dijaman Sekarang, Dari kontennya, kalaupun dituturkan kembali selalu terpilih sesuatu peristiwa dengan seuena yang feels like magic, sebenarnya lebih tepatnya Kita seperti menjual emosi, emosi tak mengenal tua muda. Pas neng cico kae terakhir Mau penekan atap yg nggak jadi Karena Kawan emoh 😂

        Suka

  2. Blogombal Avatar

    Saya telat mengenal KRL. Saat itu akan ke UI Salemba, menengok mahasiswa sekian PT akan berkumpul setelah Reformasi. Tapi banyak jalan diblokir. Sopir Blue Bird menyerah krn panduan via radio dari pusat.

    Akhirnya saya ke Stasiun Kalibata, untuk pertama kali naik KRL. Ternyata isinya mahasiswa dari kampus-kampus yang dilewati sepur. Saya Ikuti mereka, turun di Cikini, lewat jalan tembus gedung farmasi, sampailah di FKUI.

    Setelah itu saya akrab dengan KRL, hanya saat berangkat, dari Kalibata ke Mangga Dua. Ada lapak koran di peron yang selalu menyediakan kursi plastik untuk saya krn saya sering beli aneka koran, majalah, dan tabloid — termasuk yang aneh dan wagu.

    Suka

    1. Rudy Rudyanto Avatar
      Rudy Rudyanto

      Dibandingkan dengan jumlah karyawan atau penumpang umum, penumpang mahasiswa tidak begitu banyak saya jumpai (berdasarkan jumlah penumpang yang turun di stasiun Pondok Cina, Universitas Indonesia maupun Universitas Pancasila). Mungkin banyak mahasiswa yang tinggal di kost.

      Suka

Tinggalkan komentar