Menyampah di Rumah Orang Lain

Demi alasan kesehatan, saya mencoba untuk rajin jalan pagi dan berjemur sinar matahari pagi, kadang dua kegiatan ini saya gabungkan. Ada banyak pemandangan yang bikin segar ada pula yang bikin kesal.

Kompleks perumahan saya termasuk adem ayem, juga tidak ramai dengan lalu lintas kendaraan bermotor. Beberapa tempat bahkan sering dijadikan tempat kumpul-kumpul oleh orang-orang yang bukan penghuni perumahan, terutama di saat sore hari.

Tampaknya mereka hanya mengobrol saja, terkadang sesekali berswafoto sambil menikmati kudapan ringan. Celakanya, bungkus kudapan yang sudah kosong, tidak dibawa pulang, tetapi dibuang saja di tempat kumpul itu. Mau memberi kenang-kenangan atau karena malas dan tidak peduli, apapun itu ini namanya ini sontoloyo sekali (bukan sontoloyo yang ini).

Sejak kecil, bapak dan ibu mengajari anak-anaknya untuk membuang sampah pada tempatnya. Kalau tidak ada tempat sampah, ya sampahnya dibawa dulu baru nanti dibuang di tempat sampah terdekat. Kebiasaan ini terbawa sampai sekarang. Dengan alasan lupa, kadang saya menemukan sampah di saku celana pada saat memeriksa saku sebelum celana dilempar ke keranjang cucian.

Ini juga dilakukan ketika sedang bepergian ke alam bebas yang biasanya tidak menyediakan tempat sampah. Saya membawa sampahnya.

Lantas bagaimana dengan sampah masyarakat? Konon di negeri ini, mereka juga punya tempat, bisa dijadikan terhukum atau dijadikan pejabat.

Komentar

Satu tanggapan untuk “Menyampah di Rumah Orang Lain”

  1. Blogombal Avatar

    Bagaimana menyampah kayaknya gak termasuk akhlak yang dikhotbahkan. Begitu juga soal korupsi dan adab di ruang publik, termasuk mengantre.

    Orang bisa punya standar ganda. Rumahnya sebagai ruang privat bisa seperti ICU rumah sakit, tetapi di ruang publik boleh semaunya.

    Liat orang Jepang membersihkan tribune usai pertandingan, pertanyaannya kenapa mereka bisa, bukan kenapa kita nggak bisa.

    Udah sering saya nulis sampah, tapi belum bosan. Antara lain ini.

    Suka

Tinggalkan komentar