Sapi Dari Luar Negeri

Wadah makanan pesan antar ini mengusik saya. Jenama yang tampaknya gabungan dari kata Se’i dan Indonesia. Yang mengusik saya adalah tulisan 100% imported beef. Ada apa dengan sapi dalam negeri? Bagaimana konsumsi protein hewani orang Indonesia?

Saya lantas berusaha untuk cari-cari tahu soal ini. Seberapa besar Indonesia bergantung pada import daging sapi? Sumber datanya banyak, tapi tidak akur satu sama lain. Mungkin karena cara pengambilan datanya berbeda. Entahlah.

Menurut laporan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), produksi daging sapi dalam negeri hanya mampu mencukupi 60-70% dari kebutuhan daging sapi. Data dari BPS angkanya di kisaran 70%. Sementara data dari para pengamat angkanya adalah 59%.

Semua data itu, walaupun besarannya berbeda-beda, mengatakan bahwa Indonesia harus import daging sapi. Lantas Indonesia harus import dari mana? Kalau data ini semua sumber sepakat bahwa import terbesar datang dari Australia, disusul dari India, Amerika Serikat, Brasil dan Selandia Baru. Untuk tahun 2025, kuota import daging sapi ini mencapai 180 ribu ton.

Lepas dari angka-angka tadi, sebenarnya konsumsi protein hewani non ikan di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 7 gram per kepala per hari, sementara rata-rata dunia konsumsinya 37 gram. Jauh sekali. Jika asupan protein nabati diikutkan dalam perhitungan, angkanya jadi berbeda. Menurut Badan Pangan Nasional (Bapanas) konsumsi protein Indonesia adalah 74,61 gram per kepala per hari. Angka itupun masih lebih rendah dari rata-rata konsumsi protein per kapita global yang ada di kisaran 90 gram per kepala per hari.

Protein adalah bahan penting yang harus dikonsumsi oleh manusia selain karbohidrat, mineral, protein, vitamin dan serat. Program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan tersebut. Tidak seluruhnya, karena MBG memiliki sasaran untuk mencukupi sepertiga kebutuhan kalori harian, sekaligus untuk mendukung penurunan angka stunting dan malnutrisi. Berhasilkah MBG mencapai sasarannya? Masih harus dilihat, terlalu dini kalau menarik kesimpulan sekarang. Apakah uang negara cukup untuk membiayai program ini? Biarlah bendahara negara yang pusing untuk berakrobat.

Komentar

Satu tanggapan untuk “Sapi Dari Luar Negeri”

  1. Blogombal Avatar

    Apa boleh buat, banyak bahan makanan masih harus impor. Kedelai untuk tahu dan tempe pun impor, karena kalau tanam sendiri butuh lahan luas banget, konon puluhan kali luas Jakarta.

    Ikan yang enak itu mahal, buat ekspor. Bahkan bibit udang pun diekspor dan diselundupkan keluar. Untung kita sudah lama mengenal ayam petelur.

    Suka

Tinggalkan komentar