Kenapa Kita eh Kami eh Mereka, Jahat ya?

Belakangan saya sering sedih, bahkan terkadang marah, melihat atau membaca berita bagaimana masyarakat negara ini dijahati dan dibuat tidak nyaman oleh orang sebangsanya sendiri.

Tidak tepat kalau saya pakai kata “kita” karena saya tidak merasa menjahati bangsa sendiri. Mau pakai “kalian” juga tidak tepat karena walaupun saya tidak ikut di dalamnya, tetapi saya menuduh semua orang jahat. Buat saya, yang paling pas adalah “mereka”, atau kalau mau pakai istilah kekinian maka katanya adalah “oknum”. Jika hendak sedikit bernostalgia bisa memakai kata “anasir”.

Lihatlah bagaimana para preman atau oknum aparat memeras pedagang kecil, supir angkutan orang dan barang, dengan dalih ini wilayah saya, kamu harus bayar. Jika akhirnya ia ditangkap dan diproses hukum, alasan paling ya sudahlah adalah karena “saya orang susah”. Sedihnya lagi yang dipalak itu juga sama susahnya sama yang memalak.

Tengoklah bagaimana kebebasan beragama yang katanya dijamin oleh negara ini belakangan sering dinodai. Orang beribadah, mendalami agamanya, diobrak-abrik disuruh bubar oleh mereka yang katanya juga beragama. Saya ingat jaman kecil dulu, setiap bulan Ramadan, kami melakukan salat Tarawih berpindah-pindah dari rumah ke rumah lain, bukan melakukannya di Masjid. Guyub sekali rasanya dan tidak ada yang membubarkan walaupun kami melakukannya tidak di rumah ibadah.

Berita bagaimana uang yang dikumpulkan dengan susah payah untuk berangkat ke tanah suci Makkah untuk umroh atau berhaji dibawa lari oleh penyelenggaranya. Tega sekali mereka.

Ada terlalu banyak contoh kasus bagaimana orang di negara ini dibuat susah oleh orang sebangsanya. Kalau dibuat susah oleh bangsa lain gimana? Ya harus dicegah juga, selayak jajah apapun bangsa ini. Tetapi menurut saya prioritas sebaiknya diberikan pada soal ini di dalam negeri saja dahulu, untuk hal yang kecil-kecil saja dahulu tetapi ada di mana-mana.

Komentar

2 tanggapan untuk “Kenapa Kita eh Kami eh Mereka, Jahat ya?”

  1. Blogombal Avatar

    Hal beginian membuat saya sedih dan skeptis bahkan pesimistis tentang Indonesia Centennial eh Indonesia Cemas. Kita tak punya standar dalam segala bidang karena korupsi, dalam hal ini suap, membuat setiap hal dapat dikompromikan.

    Logika hukum bisa dibengkokkan seperti dalam kasus Tom Lembong. Orang dihukum karena melakukan kejahatan, tapi niat jahatnya atau mens rea tak dibuktikan.

    Hakim sok pintar, menyebut Tom memperkaya kapitalis. Kata Rocky Gerung, di mata hakim kapitalisme itu suatu kejahatan. Berarti si hakim komunis. Rocky menambahkan bumbu yang belum tentu tepat, karena hakim yang itu komunis berarti dia ateis.

    Kata Pak Mahfud, kapitalisme itu ide. Seperti halnya ketuhanan yang Maha esa dalam Pancasila, itu norma. Belum diikuti hukum yang mengatur larangan orang tidak bergama atau tak percaya Tuhan, sehingga tidak bisa dipakai untuk menghukum.

    Saya sudah tua. Tapi bagaimana anak-anak dan nanti cucu saya hidup di habitat besar bernama Indonesia?

    Suka

    1. Rudy Rudyanto Avatar
      Rudy Rudyanto

      Saya pernah memberi saran ke teman yang merupakan pasangan muda berputra satu. Saya katakan pada mereka, jangan pulang dulu ke Indonesia, menetap saja dulu di luar negeri, demi masa depan anak kalian.
      Mereka malah balik menjawab, lha dirimu memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Saya hanya tertawa saja, karena sesungguhnya kebodohan itu bisa diratapi tetapi bisa juga ditertawakan.

      Suka

Tinggalkan komentar