
Namanya sederhana saja, satu suku kata, Boeadi. Saya memanggilnya Pak Boeadi, ada pula yang memanggilnya Aki Boeadi. Dia dikenal sebagai seorang naturalis dengan minat besar pada hewan mammalia dan herpeto fauna (kelompok hewan amfibi dan reptil) dan ia juga seorang ahli taksidermi.
Tulisan ini semestinya saya tuliskan kemarin, 2 Agustus, untuk mengenang berpulangnya Pak Boeadi pada tanggal 2 Agustus 2021 di Bandung pada usia ke 86 tahun (lahir 13 Maret 1935). Beliau dimakamkan di Ujung Berung Bandung.
Saya mengenal beliau pada saat mengikuti ekspedisi Operation Raleigh di Pulau Seram pada tahun 1987. Kesan saya, beliau adalah pekerja keras, teliti, selalu menyibukkan diri tak bisa diam, jenaka dan dalam takaran tertentu dia usil. Setelah ekspedisi selesai, kami masih saling berhubungan karena beliau bermukim di Bogor. Pak Boeadi juga sering ikut acara kumpul-kumpul dengan para peserta Operation Raleigh.

Sumbangan Pak Boeadi pada dunia penelitian di Indonesia, terutama di bidang Zoologi (hewan) sangatlah besar. Setahu saya, ada tiga nama spesies hewan dan satu nama sub-spesies hewan yang mengabadikan namanya. Ada kampret yang dalam Bahasa Inggris dinamai Boeadi’s roundleaf bat (Hipposideros boeadii) dari Rawa Aopa Watumohai di Sulawesi Tenggara. Ada juga Biak giant rat (Uromys boeadii) dari Biak. Serta yang terbaru adalah spesies katak pohon Rhacophorus boeadii dari Sulawesi. Serta ada satu sub-spesies codot dari Bali dan Lombok Aethalops alecto boeadii.
Saya ingat, pada sebuah acara pertemuan Pak Boeadi secara menggebu-gebu menceritakan pengalamannya menangkap 3 pasang Badak sumatera untuk dijadikan koleksi kebun binatang di Indonesia, Swiss dan Denmark. Upaya yang dilakukan di Riau pada tahun 1959. Pak Boeadi mengatakan, itu adalah ekspedisi yang gagal. Bukan gagal menangkap badaknya, tetapi semua badak yang ditangkap dan dipindahkan ke kebun binatang di Bazel (Swiss), Kopenhagen (Denmark) dan Kebun Raya Bogor, semuanya mati tanpa sempat menghasilkan keturunan. Mati semua, ujarnya.
Saya akan selalu mengingat Pak Boeadi dengan gaya bicaranya yang khas, ketekunannya serta kerja kerasnya. Ia pernah mengatakan bahwa ia sedih karena tak ada yang mengikuti jejaknya. Saya sempat bertanya dalam hati, “masak sih gak ada natutalis Indonesia seperti beliau?” Tetapi belakangan saya menyadari tampaknya Pak Boeadi benar.
Tinggalkan Balasan ke Blogombal Batalkan balasan