Pada saat si Mas, anak sulung saya itu, diterima di perguruan tinggi pilihannya, saya bertanya apakah dia akan pergi pulang dari Bogor ke Depok atau mau kos saja di Depok? Dia memilih yang kedua dan saya senang. Paling tidak dia harus belajar hidup mandiri, lepas dari ketiak orang tuanya. Begitu pikir saya sembari girang. Saya sendiri toh sudah mulai hidup terpisah dari orang tua sejak memasuki jenjang sekolah menengah. Istri saya yang pada awalnya gundah gulana, coba saya tenangkan. Si Mas akan baik-baik saja.
Dahulu
Rentang ingatan saya itu pendek, bahkan terlalu pendek bagi banyak kawan. “Masih muda kok pikun!” begitu ujar mereka. Santai saja, dianggap muda itu saya anggap pujian dan pikun itu bukan hinaan, karena begitulah adanya. Di acara reuni, bisa saja saya dengan mudahnya menjadi bahan olok-olok karena secara spontan saya mengucapkan kata tersohor yang lantas diwikikan di wiki gemblung itu “Weeee…Apa kabar … senang sekali bisa ketemu lagi. Kamu siapa?”
Continue reading “Dahulu”
Topeng
“Malam ini saya akan menikmati bulan separuh, bintang dan ombak” begitu pikir saya. Sebentar nanti memang akan ada pertunjukan seni anak-anak sekolah menengah di bale pesandekan pura di Pantai Atuh, Nusa Penida. Saya tidak begitu tertarik. Cerita jadi lain ketika awan mulai datang menutupi pemandangan langit, dan saya yang nyaris tanpa pilihan lantas duduk bersandar pada tiang menyaksikan pertunjukan seni. Menghibur, tetapi tidak ada yang istimewa, hingga nyaris di ujung acara. Semua berubah ketika tarian yang bercerita tentang murka alam dengan tujuh matahari dan sembilan mata angin itu ditampilkan.
Continue reading “Topeng”
Masih
Saya masih menulis di blog kok dan ini buktinya.
Alin
Cerita ini bermula dari lebih 20 tahun yang lalu. Bapak dan Ibu saya kala itu menerima 9 orang yang menginap di rumah. Sembilan orang itu, yang kemudian dianggap ibu saya sebagai anak-anak tambahannya, memiliki dua kesamaan. Satu, mereka semua perempuan. Dua, semua berasal dari Timor-Leste (Timor Timur pada saat itu). Selama 9 tahun hubungan itu semakin erat dan salah satu yang paling dekat dengan Ibu saya adalah Alin. Hingga kemudian konflik besar terjadi di Timor Timur pada tahun 1999, saat mana rakyat Timor Timur memutuskan untuk menjadi negara merdeka dan bedaulat yang kemudian dikenal dengan nama República Democrática de Timor-Leste.